IMPLIKASI REFORMASI BIROKRASI PADA BADAN PERADILAN DAN PROFESI HAKIM

Oleh

Muhamad Ridwan, S.H.

Hakim Pengadilan Negeri Bontang Kelas II

Reformasi birokrasi yang dilakukan Mahkamah Agung dan Badan peradilan yang berada di bawahnya bukan lagi sekedar tuntutan dari segenap elemen masyarakat dalam mencari keadilan. Harapan yang diinginkan adalah agar birokrasi dan terutama aparatur dapat berkualitas lebih baik lagi. Reformasi birokrasi kini benar-benar menjadi kebutuhan bagi para aparatur pemerintahan.

 1.     Implikasi Reformasi Birokrasi pada Masyarakat Umum

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang telah dilaksanakan oleh Badan Peradilan sejauh ini adalah sebagai berikut :[1]

1.     Transparansi peradilan bentuk dari keterbukaan informasi public;

2.     Pengembangan Teknologi Informasi;

3.     Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);

4.     Manajemen SDM, Khususnya Analisa Pekerjaan, Evaluasi pekerjaan dan Sistem Remunerasi;

5.     Penyelesaian perkara berbasis teknologi;

6.     One day Minutes publish;

7.     Penyelesaian sengket Perkara perdata dengan acara sederhana (small claim court);

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa badan peradilan di Indonesia berupaya untuk melaksanakan reformasi birokrasi yang akan berimplikasi pada masyarakat umum berupa : Tegaknya hukum dan keadilan, memberikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi masyarakat, kepercayaan masyarakat, kepuasan pengguna jasa pengadilan dan keterjangkauan pengadilan.

 

2.     Implikasi Reformasi Birokrasi pada Internal Badan Peradilan dan Profesi Hakim

Seiring ditingkatkannya kinerja dari badan peradilan menjadi wajib diimbangi dengan terjaminnya peta karier (manajemen SDM), terjaminnya kesejahteraan (remunerasi), terjaminnya penataan organisasi, kepastian tugas pokok dan fungsi Hakim maupun pegawai.Hasil penilaian pelaksanaan program dan kegiatan reformasi birokrasi K/L yang dilakukan Tim RBN digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan dalam perhitungan besaran tunjangan kinerja dan digunakan dalam proses penetapan persetujuan besaran tunjangan kinerja dalam Rapat KPRBN.[2] Selanjutnya, besaran tunjangan kinerja setelah mendapatkan persetujuan DPR ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Tambahan/pengurangan tunjangan kinerja (reward and punishment) dipertimbangkan untuk diberikan setelah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi K/L dan Pemda oleh Tim Independen.[3]

Catatan penulis terkait implikasi Reformasi pada Internal Badan Peradilan dan Profesi Hakim adalah upaya memperbaiki SDM berkaitan dengan mindset dan budaya kerja. Hal tersebut telah dimulai dari penundaan sementara (moratorium) tambahan formasi untuk penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil khususnya Calon Hakim sampai pada penerimaan tahun 2017, pembenahan sistem rekrutmen yang mulai diterapkan pada tahun 2014 dengan menggunakan sistem Computer Aided Test (CAT), dan penerapan sistem promosi terbuka (fit and proper test) mulai dari jenjang penjaringan jabatan struktural (Ketua dan Wakil Pengadilan) sampai ke jabatan yang lebih tinggi , sedikit banyak telah menunjukan perubahan kearah positif. Terakhir harapan penulis semoga perubahan sistem ini mampu terus berkelanjutan dengan segala kendala yang dihadapi sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada badan peradilan dan profesi hakim.



[1] Road Map Reformasi Birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia 2015 – 2019, Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia 2015, Hlm. 77.,

[2] Road Map Reformasi Birokrasi, PermenPAN dan RB No: 20 Tahun 2010, Hlm. 31.,

[3] Ibid, hlm. 32